Antara Douw dan Gesa Baru
Perkenalkan, nama saya Taufik Farisal guru SM-3T
Matematika penempatan Kabupaten Mamberamo Raya. Saya mendapat tugas mengajar di
SMPN 1 Benuki, namun sebelum itu saya bertugas di SMPN Satap Douw. Kampung Douw
terletak di daerah hulu sungai Mamberamo, tepatnya di Distrik Mamberamo Hulu.
Untuk bisa sampai ke kampung Douw dari ibukota Kabupaten, Kasonaweja ditempuh
selama kurang lebih satu hari penuh dengan menggunakan speedboat. Perjalanan ke
hulu lebih berbahaya daripada ke hilir karena speedboat harus melawan arus
sungai Mamberamo dan melewati tiga jeram berbahaya yaitu jeram Marnavallen,
Edivalen, dan Batavia. Sayang saya tidak bisa mengambil gambar jeram tersebut
karena menurut warga sekitar kita dilarang mengambil gambar di daerah tersebut,
entah apa alasan pastinya yang jelas di daerah jeram tersebut sering terjadi
kecelakaan yang korbannya bisa dipastikan tidak selamat bahkan sampai tidak
ditemukan hingga sekarang.
Situasi pembelajaran di ruang kelas SMP Satap Douw
SMPN
Satap Douw ini nama di Diknas Pendidikan ada, namun wujud nyata bangunan
sekolahnya tidak ada sama sekali. Bahkan guru honorer, guru PNS, ataupun kepala
sekolah juga tidak berada di tempat ketika aku pertama sampai. Beruntung saya
dan Mahfud berkenalan dengan Pak Restu kepala sekolah SD, beliau memberikan
salah satu ruangan SD yang tidak digunakan untuk kami gunakan sebagai ruang
kelas SMP. Di ruangan tersebut tidak ada meja kursi serta papan tulis layaknya
ruang kelas pada umumnya. Lantai kayu menjadi alas murid untuk belajar, dan
papan tulis kita buat sendiri dari atap plafon yang kita hitamkan dengan
baterai bekas. Beruntung sekali aku mendapatkan anak murid dengan semangat
belajar yang tinggi, tanpa rasa mengeluh mereka belajar meskipun dengan
fasilitas yang jauh dari kata layak. Muridku hanya berjumlah 7
orang, tidak ada jenjang kelas mereka kita
jadikan satu kelas. Untuk penyampaian materi pelajaran kita jadikan sama rata,
meskipun mereka mengaku sudah kelas dua ataupun tiga SMP. Saya dan Mahfud
secara bergantian mengajar mereka dari hari Senin sampai Jumat, saya sendiri
mengajar matematika, IPA, Bhs. Inggris, dan komputer
Kampung Douw
Di Douw saya
bertugas bersama dua rekan guru SM-3T yang lain yaitu Oni dan Mahfud, tetapi
Oni bertugas di SD Yayasan Pesat Douw. Kita bertiga tinggal di balai desa
bersama Kepala Kampung Douw, namanya bapak Thomas Treydo. Kampung ini berbatasan langsung
dengan Kabupaten Tolikara, ada Kampung Bijire di sebelah barat yang hanya
dipisahkan oleh sebuah bandara. Tidak ada acara penyambutan yang diadakan sama
sekali, jadi mungkin warga banyak yang belum mengetahui kedatangan guru SM-3T.
Sehingga kita sendiri bersama pak kepala kampung berkeliling kampung untuk
memberitahu warga sekitar sekaligus mengajak murid untuk kembali bersekolah
karena guru sudah datang. Masyarakat sekitar menyambut baik kedatangan kita,
hampir setiap hari mereka memberikan hasil kebun mereka seperti sayuran, tebu,
ikan, dan pisang. Kondisi Douw ini suasananya masih terlampau sepi
karena sebagian warga banyak yang naik ke pertambangan emas beserta
keluarganya. Di Douw ini fasilitas penunjang juga tidak lengkap seperti kios
dan puskesmas, sehingga kalau ada warga yang sakit harus dilarikan ke
Kasonaweja.
Hal itupun yang terjadi
padaku, Aku didiagnosa menderita sakit malaria oleh warga dan harus segera
dilarikan ke Rumah Sakit Bergerak Kasonaweja untuk penanganan lebih lanjut.
Dari hasil tes darah, aku menderita malaria tropica +3 dan harus rawat inap saat
itu adalah untuk pertama kalinya tanganku diinfus dan bermalam di rumah sakit.
Beruntunglah saya mempunyai rekan yang sangat baik, secara bergantian mereka
yang menungguiku dari pagi, siang, hingga malam selama di RS bahkan sampai
menyuapi segala. Kebetulan di Kasonaweja ada lima rekan guru SM-3T yang belum
diberangkatkan ke daerah penugasan masing-masing. Mengingat kondisi Douw yang
fasilitasnya kurang lengkap, kondisi fisik kita yang tidak cukup kuat kalau
kembali harus di ditempatkan di Douw dan atas pertimbangan dari pihak Dinas
Pendidikan Mamberamo Raya serta dari pihak UNESA akhirnya kita bertiga
dipindahtugaskan.
SMPN 1 Benuki adalah tempat
tugasku yang baru bersama dengan Mahfud, Antok,
dan Habibi. Sekolahan ini terletak diantara dua desa yaitu desa Gesa
Baru dan desa Kerema. Untuk bisa sampai ke sekolah kita harus berjalan kaki
sejauh 3 km dari tempat tinggal kami di kampung Gesa Baru, hampir tiap hari kita berangkat dan pulang
bersama anak murid agar tidak terasa capeknya. Banyak hal berbanding terbalik
dengan tempat penempatanku sebelumnya,
mulai dari fasilitas penunjang seperti kios yang banyak berjejeran di
sekitar pasar dan puskesmas juga setiap hari buka lengkap dengan
para tenaga medisnya.
Masyarakat juga menyambut baik kedatangan para guru SM-3T, mengingat sebelumnya
sekolah sempat ada masalah. Masalah ini diantaranya seperti kepala sekolah yang
tidak diketahui keberadaannya, ijasah siswa yang belum dibagikan, tingkat
partisipasi guru honorer, dan ketidakadaan NISN yang tidak dikeluarkan dari
Dinas Pendidikan.
Dan itulah sedikit cerita perjalananku selama di
Papua, semua daerah pasti punya
kelebihan dan kekurangan masing-masing karena tidak selalu dimana bumi dipijak
disitu langit dijunjung. Aku juga belajar dari
anak-anak sekitar yang mungkin akan aku tularkan ke anak-anak didikku kelak,
yaitu sekolah tidak butuh sepatu baru, seragam putih bersih, celana warna biru
atau merah, ataupun rok merah maupun biru. Sekolah hanya perlu semangat,
semangat dalam diri untuk maju ke kehidupan yang lebih baik, semangat untuk
memajukan Indonesia kearah yang lebih baik lagi. Dan kalau kalian ingin diet
alami yang sehat, merantaulah ke pedalaman Papua.
Guru SM-3T, guru honorer, anak murid SMPN 1
Benuki
0 Response to "Antara Douw dan Gesa Baru"
Posting Komentar